Inga..Inga..Inga

Dari 'Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia berkata : Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang mencari ridho Alloh dengan membuat marah manusia maka Alloh meridhoinya dan menjadikan manusia ridho kepadanya. Dan barangsiapa yang mencari ridho manusia dengan membuat Alloh murka maka Alloh murka kepadanya dan menjadikan manusia murka kepadanya." ( Shohih Ibnu Hibban jilid 2 no. 276 dihasankan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth rohimahulloh )

Selasa, 30 September 2014

Keutamaan Shalat Rawatib



Oleh Ibnu Mukhtar

Segala puji hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, istri-istri dan keluarganya, dan seluruh sahabatnya. Amma ba’du!

Saudaraku seislam yang saya muliakan, semoga Allah memberikan kepada kita kefahaman dan manfaat dari hadits Rasulullah ~shallallahu ‘alaihi wa sallam~ berikut ini:

عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهَا قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّى لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلاَّ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَوْ إِلاَّ بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ ».


Dari Ummu Habibah Ramlah bintu Abu Sufyan radhiyallahu Ta’aala  ‘anhuma  (beliau salah seorang dari istri Rasulullah ~shallallahu ‘alaihi wa sallam~), dia berkata :  Aku mendengar Rasulullah ~shallallahu ‘alaihi wa sallam~ bersabda : “Tidaklah seorang muslim shalat sunnah bukan fardhu karena Allah Ta’aala di setiap hari dua belas raka’at melainkan Allah Ta’aala akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga. Atau “Tidaklah seorang muslim shalat sunnah bukan fardhu karena Allah Ta’aala di setiap hari dua belas raka’at kecuali dibangunkan untuknya sebuah rumah di surga.” [HSR. Muslim ~rahimahullah~ dalam kitab shahihnya no. 1729]

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ثَابَرَ عَلَى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ دَخَلَ الْجَنَّةَ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ


Dari Aisyah ~rodhiyallah Ta’aala ‘anha~, ia berkata Rasulullah ~shallallahu ‘alaihi wa sallam~ bersabda : “Barangsiapa yang menjaga dua belas raka’at dalam sehari semalam niscaya dia akan masuk surga; empat raka’at sebelum Zhuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah Isya dan dua raka’at sebelum shalat Shubuh.” [HR. An-Nasaa-ie ~rahimahullah~  dalam sunannya no. 1793 dinilai Shahih lighairih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah  dalam Shahih at Targhib wat Tarhib no. 580]

Saudaraku seislam yang saya cintai, dua hadits yang mulia ini sungguh memberikan banyak faedah bagi setiap muslim yang mau merenungkannya.

Di antaranya adalah :

Pertama, menunjukkan bahwa ‘Aisyah dan Ummu Habibah –radhiyallahu Ta’aala ‘anhumaa- termasuk istri-istri Rasulullah ~shallallahu ‘alaihi wa sallam~ dan Ummahaatul Mu’minin   (ibu bagi kaum mu’minin). Mereka berdua dan istri-istri beliau lainnya (semoga Allah Ta’aala meridhai mereka seluruhnya) termasuk sebaik-baik wanita di muka bumi dan di akhirat kelak.

Kedua, menunjukkan bahwa Rasulullah ~shallallahu ‘alaihi wa sallam~ adalah berpoligami (ber-istri lebih dari satu). Beliau pun mengizinkan umatnya yang laki-laki untuk berpoligami paling banyak dengan empat istri dan tidak boleh lebih darinya. Bahkan Ibnu Abbas ~radhiyallahu Ta’aala ‘anhuma~ menilai lelaki shaleh yang berpoligami termasuk sebaik-baik umat ini.

عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ قَالَ لِى ابْنُ عَبَّاسٍ  هَلْ تَزَوَّجْتَ قُلْتُ لاَ . قَالَ فَتَزَوَّجْ فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً .

Dari Sa’ied bin Jubair ~rahimahullah~  , ia berkata : Ibnu Abbas ~radhiyallahu Ta’aala ‘anhuma~ mengatakan kepadaku : “Apakah kamu telah menikah?” Aku menjawab : “Belum.” Beliau berkata : “Menikahlah karena sesungguhnya sebaik-baik umat ini adalah yang paling banyak istrinya yakni berpoligami.” [Lihat Kitab Shahih  al-Bukhari no. 5069.]

Ketiga, hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan yang disyari’atkan dalam Islam memiliki hukum yang beraneka ragam; ada yang bernilai wajib, sunnah dan lainnya. Amalan wajib adalah amalan yang jika ditinggalkan dengan sengaja maka orang tersebut berdosa dan di ancam siksa kecuali jika Allah memaafkan dan mengampuninya. Di antara contohnya seperti shalat wajib lima waktu sehari semalam, menutup aurat bagi muslimah yang telah baligh dengan busana syari’ie, dan kewajiban lainnya. Sedangkan amalan sunnah (tathawwu’)  adalah amalan yang jika dilakukan dijanjikan ganjaran pahala, dan jika tidak dikerjakan maka  ia tidaklah berdosa, contohnya adalah melakukan shalat sunnah rawatib, puasa hari senin dan kamis, dan amalan sunnah-sunah lainnya.

Keempat, hadits yang mulia ini menjelaskan hukum bagi  shalat rawatib yaitu sunnah dan bukan fardhu (kewajiban).

Kelima, ganjaran berupa rumah di surga bagi muslim yang menjaga shalat sunnah rawatib dua belas raka’at sehari semalam.

Keenam, hadits yang mulia ini (yakni hadits ‘Aisyah ~radhiayallahu Ta’aala ‘anha~) menjelaskan perincian shalat rawatib sebagai berikut : Empat raka’at sebelum Zhuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah Isya dan dua raka’at sebelum shalat shubuh.”

Ketujuh, hadits ini merupakan salah satu bukti bahwa amalan yang menyebabkan pelakunya dimasukkan ke  Surga itu sangatlah banyak. Selama itu disyari’atkan dan dicontohkan Rasulullah ~shallallahu ‘alaihi wa sallam~ serta dilakukan hanya mengharap wajah Allah (baca ikhlash) maka ia adalah amalan yang bermanfaat. Di antaranya adalah menjaga dua belas raka’at shalat sunnah sehari semalam sebagaimana disebutkan hadits ini.

Wallahu a’lam

Demikian dapat disampaikan. Mohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan. Semoga Allah Ta’aala senantiasa menunjuki kita kepada ucapan dan amalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba Nya yang shaleh, selamat di dunia dan di akhirat kelak.

Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin

Wa shallallahu wa sallama ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad